1000halunik.blogspot.com - Masih di ruangan koleksi Dwi Tunggal Museum Satria Mandala, kita akan menyaksikan perjalanan sejarah jenderal besar lain yakni Jenderal A.H. Nasution. Beragam foto dokumentasi dari jenderal ini, bisa menjadi cerita sejarah perjalanan dia dalam berkiprah di dunia kemiliteran tanah air.
Sebuah patung merepresentasikan kegagahan pahlawan yang lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Pak Nas, demikian ia kerap disapa, sejak masa kecil dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadat. Ayahnya anggota pergerakan Sarekat Islam di kampung halaman mereka di Kotanopan, Tapanuli Selatan.
Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks- PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat.
Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Pada bulan Oktober 1952, sempat ada pertentangan internal di tubuh Angkatan Darat, yang membuat Presiden Soekarno mencopot Jenderal AH. Nasution dari jabatan KASAD dan menggantinya dengan Bambang Sugeng. Tapi perseturuan itu tidak berlangsung lama. Pada November 1955, ia menjabat kembali posisinya sebagai KASAD. Tidak hanya itu, pada Desember 1955 ia pun diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
Selain jiwa patriotisme yang mendarah daging dalam tubuhnya, Pak Nas juga dikenal sebagai sosok yang intelektual. Ia kerap menghabiskan waktu membaca berbagai macam buku, misalnya, buku cerita sejarah dunia. Hingga kemudian, ia menuangkan ide-idenya untuk dibukukan ke beberapa judul.
Buku-buku karya Jenderal A.H Nasution banyak terdapat di ruang ini, menjelaskan cerita-cerita bersejarah, tragedi-tragedi peperangan yang pernah terjadi di berbagai tempat di Indonesia serta taktik yang lazim digunakan oleh tentara Indonesia pada masa perjuangan. Tentang berbagai gagasan dan konsep perang gerilyanya, Jenderal A.H Nasution menulis sebuah buku fenomenal berjudul ‘Strategy of Guerrilla Warfare’.
Kehadiran buku ini menuai sukses yang luar biasa. Berisi ide-ide brilian mengenai tak-tik perang, membuat buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing, bahkan jadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat. Dari berbagai informasi, ternyata salah satu rahasia ketangguhan pasukan Vietnam ketika berperang melawan Amerika adalah karna tentara vietnam mempelajari taktik gerilya yang ada di dalam buku ini.
Kini, buku ini menjadi buku strategi perang terkemuka yang dipelajari oleh hampir seluruh pasukan tentara di dunia, Dan buku ini pulalah yang kemungkinan membuat pasukan khusus kita menjadi salah satu pasukan elit terbaik di Dunia
Setelah melewati perjalanan panjang, baik di dunia kemiliteran hingga dunia politik di Indonesia, Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto pada 09 September 2000, pukul 07.30 WIB.
Pada bulan yang sama dengan wafatnya sang jenderal, dulu ia masuk daftar PKI untuk dibunuh. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma Suryani Nasution, ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Hal ini, dikabarkan, karena pada tahun 1948, Jenderal AH. Nasution pernah memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Share This Article
0 komentar:
Posting Komentar